Saya mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Dosen saya sering membahas ini saat dikelas, dan kebetulan kemarin kita sampai pada materi Tahklilul Akhtho' (Analisis Kesalahan) yang ada pada saat pembelajaran bahasa Arab.
Yang saya ingat, dosen saya ini sudah S3 beliau menamatkan pendidikan nya di Sudan, dan baru aja lulus tahun 2021. Ada beberapa kata yang pernah disinggung beliau perihal kata bahasa Indonesia yang kearab-arab dan bikin salah kaprah
- Ma'had
Gambar hanya pemanis. Sumber: google
Jika diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah Intitut atau sekolah tinggi yang mana, pelajar didalamnya merupakan pelajar yang telah lulus SMA. Jadi Ma'had merupakan sekolah tinggi yang didalamnya juga ada asrama. Akan tetapi di Indonesia diartikan Ma'had merupakan pondok pesantren yang mana tempat belajar agama siswa yang disebut santri dengan rentang jenjang sekolah SD-SMP-SMA yang mana mereke bermukim disana. Kalau kata dosen saya, pondok pesantren itu tidak ada bahasa Arab nya, karena pondok pesantren hanya ada di Indonesia. Cuman karena pondok pesantren itu belajar agama Islam, jadilah dikontekskan namanya dengan bahasa Arab. Kalau di negara timur sana, yang namanya Ma'had, pasti berupa Intitut atau perguruan tinggi.
2. Kitab
Kalau dalam bahasa Arab, kitab merupakan buku. Apapun bukunya baik itu berbahasa Arab, Inggris, atau bahasa lain dan itu buku ilmiah atau bukan maka namanya tetap lah Kitab. Sedangkan di Indonesia diartikan sebagai buku yang tertulis dengan menggunakan bahasa Arab dan dengan topik seputar keagamaan (islam).
3. Madrasah
Kalau dalam bahasa Arab, madrasah berarti sekolah. Sekolah umum atau sekolah agama pasti madrasah. Sedangkan di Indonesia, madrasah adalah sekolah yang berbasis agama. Kalau lihat KBBI, kata ini sudah diserap ke bahasa Indonesia.
Apa yang saya ingat dari dosen saya itu. Beliau juga bilang adanya kesalah kaprahan itu disebabkan karena budaya yang tidak tersampaikan ketika seseorang berbahasa. Sehingga merubah makna yang sebenarnya. Dan beginilah jika berbicara tanpa berbahasa. Dan pada saat saya ada di mata kuliah Tarjamah, disitu dijelaskan bahwa sebenarnya seni menerjemahkan merupakan seni padanan kata. Yang mana menerjemahkan tidak bisa secara telanjang tanpa memperhatikan konteks dan maknanya. Dalam kitab Idoat dijelaskan pada pembelajaran kosakata untuk pembelajar asing hendaklah disampaikan makna dan konteks dari kosakata, bukan arti kaku dari kosakata tersebut.
Dan ironisnya, banyak orang saat ini yang baru "nyemplung" ke dunia Islam yang sering dikaitkan dengan bahasa Arab, dengan entengnya menerjemahkan sesuatu dengan mata telanjang. Akhirnya timbullah kesalah kaprahan yang berkepanjangan.
Catatan kaki:
Abdu Rohman Bin Ibrohim Nathiqin Al-Fauzan, Idoat Lil Mu'alimi Lughotul Al-Arabiyah Li Ghoiri Nathiqin,(Arabiyah Lil Jami':2010), hal 180,181